Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa istilah agama, bukan berasal dari bahasa Arab, atau bahasa Al Qur'an, melainkan kata yang bersumber dari bahasa Sansekerta, yaitu, bahasa yang dituturkan di Asia, dan merupakan bahasa paling tua dan sejarahnya termasuk yang terpanjang.
Agama berarti sesuatu yang tidak kacau, dan dalam konteks saat ini, agama malambangkan keyakinan dari individu-individu masyarakat dalam meyakini Tuhan dan para utusanNya.
Pertanyaannya sekarang, apakah dalam Kitab Suci menerangkan tentang agama? Bagaimana sudut pandang Kitab Suci tentang agama ?
Berbicara agama, erat kaitannya, dengan berbagai peristiwa yang diluar dari akal sehat atau irrasional, tapi harus diyakini kebenarannya. Jika seseorang tersebut memeluk dan meyakini agamanya hal tersebut ada kaitannya dengan hal-hal yang berkaitan dengan mukzijat yang Tuhan berikan kepada para utusanNya.
Dalam Al Qur'an sendiri, menyebutkan 'Dinul Islam', yang diartikan umat Islam saat ini adalah agama Islam, padahal, pada kenyataannya, 'Dinul Islam' diterangkan dalam Al Qur'an bukan lah sebuah agama melainkan sistem hidup dan kehidupan yang mengatur alam semesta beserta manusia di dalamnya, pengertian tersebut dibuktikan dari makna 'Din ' maupun 'aslama' yang merupakan asal kata dari Islam, pada surat-surat yang diterangkan dalam Al Qur'an, yaitu, QS. Aali-Imran [3] ayat 83 yang menunjukkan langit dan bumi sudah 'aslama' atau Islam, dan manusia tidak diperkenankan mencari 'Din' yang lain, karena langit dan bumi pun sudah Islam, artinya, manusia diharuskan menganut sistem hidup seperti halnya langit dan bumi yang sudah 'aslama' atau tunduk patuh (berserah diri), dan pada QS. Yusuf [12] ayat 76 juga menunjukkan bahwa 'Din' diartikan undang-undang, selanjutnya, pada QS. Al Fatihah [1] ayat 4 juga menunjukkan bahwa 'Din' diartikan sebagai balasan (ganjaran), sehingga, sejatinya, tidaklah tepat jika 'Dinul Islam' yang merupakan gabungan dua kata, yaitu, 'Din' dan 'Al Islam' tersebut, diartikan hanya sebatas agama yang hanya mengurusi tentang ritualitas atau penyembahan semata maupun pengkultusan terhadap utusan yang dimuliakan dalam masing-masing agama.
Sehingga, jika kita mengartikan 'Dinul Islam' yang dibawa para Nabi dan Rasul tersebut hanya mengurusi agama yang sifatnya hanya individualisme, maka akan menyebabkan makna 'Dinul Islam' menjadi sesuatu yang nilainya lebih sempit dari makna sebenarnya dari 'Dinul Islam' itu sendiri yang diterangkan sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur'an.
Selain itu juga, dalam pemahaman atau ajaran selain ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur'an, membuktikan bahwa misi yang dibawa oleh Nabi Musa as dan Nabi Yesus (Isa as) yang diterangkan dalam Al Kitab adalah untuk mengajarkan hukum-hukum Tuhan berlaku dalam kehidupan pengikutnya maupun diberlakukan untuk masyarakat dunia, selain dari hal-hal yang berkaitan tentang rohani atau spritual yang bersumber dari Ruhul Qudus atau Ruh Kebenaran yang menghidupi atau energi yang berasal dari Tuhan. Kedua hal tersebut bentuknya sepaket, tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Dimana, memberlakukan hukum Tuhan (Taurat) tersebut adalah tujuan dari perjuangan mereka, dalam rangka memberlakukan hukum Tuhan berlaku seluas-luasnya dimuka bumi, dengan dibuktikannya, dalam misi yang di bawa oleh Nabi Musa as, ketika Bani Israel (Israil) keluar dari Mesir, dan pergi kesuatu tempat yang disebut dengan istilah 'The Promise Land' atau tanah perjanjian yang dijanjikan kepada mereka, dan disitulah mereka memberlakukan sistemNya atau Din-Nya, dimana, dalam catatan sejarah menyebutkan tempat tersebut disebut dengan Yerusalem, disanalah tempat diberlakukan hukum Tuhan pada masa Nabi Musa as dan disitu pulalah diurusi segala hal yang berkaitan dengan segala hal yang berhubungan dengan sendi-sendi kehidupan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, yang perannya sebagai wasit dunia, yang memiliki kekuatan penuh dalam hal mengatur bangsa-bangsa agar hidup berdasarkan hukum Tuhan. Begitu pula kerja dari Nabi Yesus yang mengusir para penyamun atau pedagang merpati (pedagang ketulusan), yang merupakan gambaran dari orang-orang yang berorientasi pada materi atau uang, baik itu bentuknya berupa suap, korupsi, nepotisme, dan semacamnya, yang mana dengan kedatangan Nabi Yesus (Isa as) tersebut maka Bait Allah (rumah Allah) menjadi suci akibat perbuatannya, itulah gambaran Kerajaan Allah yang dibangun oleh Nabi Yesus (Isa as) yang disebut juga sebagai Yerusalem, seperti halnya kerajaan di zaman Nabi Musa as.
0 Comments