Ticker

6/recent/ticker-posts

ETIMOLOGY ALFATIHAH


Secara etimology, kata Qur'an dalam bahasa Indonesia berarti Bacaan. Setelah lembaran wahyu yang diterima oleh nabi itu di-kodifikasi-kan oleh para sahabat menjadi sebuah buku, maka buku itu yang disebut Al-qur'an.

Esensi Al-qur'an itu sendiri sesungguhnya bukan tulisan yang ada diatas kertas. Apa yang diwahyukan dan diajarkan Allah kepada para nabi itu sesungguhnya adalah ilmu. Yaitu bagian kecil dari ilmu Allah Yang Maha Luas. Ilmu yang diwahyukan kepada para Nabi itu adalah ilmu yang bersifat khusus, sesuai dengan kepentingan Allah yang dijalankan oleh Rosulnya.

Tujuan Manusia diciptakan oleh Nya adalah agar mengabdi kepada-Nya saja, agar bekerja untuk kepentingan-Nya saja, agar bergerak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.

Perintah dan larangannya itu tertera jelas dalam kumpulan surat-surat yang berisi kumpulan wahyu yang bernama Al-qur'an. Al-quran ini sebenarnya disusun pada jaman kekhalifahan Utsman sebagai penyelamatan akan wahyu yang sebelumnya dihafal oleh para sahabat Nabi Muhammad.

Dikarenakan banyaknya sahabat yang tewas dalam medan peperangan, maka sahabat Utsman memutuskan untuk merangkumnya menjadi sebuah kitab yang namanya Al-quran.

Al-quran disusun persis seperti sebuah thesis ilmiah. Dimana susunannya terdiri dari:

1). Surah 1 (Alfatihah) sebagai Bab Permasalahan. Hal ini karena seluruh masalah manusia terangkum dalam surah Al-fatihah. Yaitu masalah Robb (Pengatur), masalah Maalik (kekuasaan), dan masalah Ma'bud (yang diabdi).

2). Surah 2 s/d 113 sebagai Bab Pembahasan Masalah. Maka segala ayat dan surah dari surah 2 s/d 113 adalah membahas 3 masalah general tadi, lengkap bersama qhosos (sejarah) manusia yang lalu untuk dapat memahami masalah ke depan (future).

3). Surah 114 sebagai Bab Kesimpulan. Dimana dalam surah ini disimpulkan siapa yang layak menjadi Robb, Malik, dan Ilah/ma'bud.

Al-Fatihah adalah nama sebuah surat yang terdapat di dalam Al-quran, ia disebut sebagai UMMUL KITAB yaitu induk dari kitab. Hal ini karena segala inti dari permasalahan yang dihadapi manusia dibahas dalam dalam surat Al-fatihah

Begitu pula jawaban dari masing-masing permasalahan tersebut ada di dalamnya. Oleh karena itu surat ini wajib dibaca pada setiap rakaat dalam shalat. Sebagaimana perkataan nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Ubadah bin As-Somit r.a

“Tidak sah shalat orang yang tidak membaca surat Al-fatihah”

Hadits diatas bukan semata-mata mensinyalkan yang tidak membaca surat Al-fatihah dalam shalat akan berdosa, tetapi agar manusia yang membacanya selalu ingat akan topik yang dibaca tidak jauh dari apa yang dibahas dalam surat Al-fatihah ini

sehingga tujuannya dalam beribadah masih sejalan dengan misi yang terkandung dalam Al-quran. Karena apabila ada manusia yang berkata tetapi tidak tahu kemana arah ucapannya, itulah orang-orang yang mabuk. Dan orang yang mabuk tidak akan diterima ibadahnya. Walaupun ia haji, rajin puasa, selalu zakat, tapi kalau nilainya mabuk, maka hanya akan menuai kebencian darinya. Inilah maksud yang terkandung dalam ayat lain; bahwa orang mabuk tidak boleh shalat.

Al-fatihah artinya pembuka, yakni pembuka dari Quran. Ini bukan disebabkan surah tersebut ada paling depan dalam susunan surat-surat dalam Al-quran, tetapi layaknya sebuah pembuka, jika tidak membukanya maka kita tidak akan mengetahui apa yang ada di dalamnya.

Jika kita ingin meminum air yang bersih dalam sebuah botol yang tertutup rapat, maka kita harus membukanya dahulu, baru kita dapat menikmatinya.

Demikian juga dengan Surah Al-fatihah yang harus kita fahami terlebih dahulu jika kita ingin memahami isi di dalamnya. Tanpa memahami surah Al-fatihah, maka kita akan seperti orang yang "merasa" meminum air dalam botol, padahal seal-nya saja kita belum buka.

Mari kita telaah apa yang menjadi permasalahan manusia yang disinggung dalam surah Al-Fatihah menurut ayat2nya:

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi maha Penyayang.

Surah Al-fatihah diawali dengan "Bismillahirrahmanirrahim". Basmallah bukanlah mantera. Artinya ia bukanlah sebuah kata/kalimat yang akan mendatangkan berkah/kebaikan hanya dengan mengucapkannya saja, tanpa memahami arti dan maknanya ber-Basmallah. Banyak Allah menegaskan bahwa ayat-ayat dalam Al-quran merupakan petunjuk pelaksanaan bagi manusia agar berbuat sebagaimana yang diamanahkan. Karena Al-quran adalah sebuah konsep hidup bukan jimat atau isim, yang apabila dengan membacanya saja dapat mendatangkan berkah.

Bismallahirrahmanirrahim mencakup 2 Karakter Allah yang menjabarkan 99 Karakter-Nya, yaitu Arrahman dan Arrahim. Dua karakter Allah ini harus dimiliki oleh manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk, karena sejatinya manusia adalah makhluk ciptaan yang menggambarkan tentang karakter penciptanya. Jika ada manusia yang tidak menggambarkan karakter Nya -yang termaktub dalam kitab suci, maka ia merupakan makhluk yang memberontak dari system yang diciptakan Nya, perilakunya pasti merusak peradaban.

ARRAHMAN (Pemurah/Pengasih - Umum).

Adalah sebuah sifat/karakter/nama Allah yang bersifat umum. Artinya Allah memberikan segala hal yang menjadi kebutuhan bagi seluruh makhluk ciptaannya, tidak terkecuali.

Binatang, Tumbuhan, Planet, Matahari, Manusia, semuanya diberikan kesempatan untuk memperoleh apa yang dibutuhkan, tergantung dari usahanya. Lihat bagaimana sifat pemurah Allah kepada burung. Burung butuh makan dan berkembang biak.

Selama burung itu mencari, maka Allah pasti menyediakan makanan yang diperlukannya. Begitu juga seekor cacing yang dapat hidup dan berkembang biak karena Allah maha pengasih. Maka kita tidak usah heran jika ada orang yang "tidak kenal Allah" tetapi kebutuhan materinya terpenuhi, bahkan berlebih. Hal ini karena ia mendapatkan dan merasakan sifat Allah yang maha pengasih.

Dengan demikian keberadaan materi atau ketenangan yang dirasa, tidak dapat dihubungkan dengan Ridho-tidaknya Allah terhadap manusia tersebut, tetapi itu hanya bagian dari sifat Allah yang Arrahim kepada manusia.

Sifat pengasih ini bentuknya umum, tidak terkecuali, semua makhluk dapat merasakannya tergantung dari usahanya. Begitupula manusia, ia akan mendapatkan kebutuhan materialnya selama ia berusaha. Adalah sebuah dongeng yang menjerumuskan apabila ada cerita bahwa dengan ibadah ritual yang khusuk dapat menambah rizki manusia dalam bidang materi. Padahal berkali-kali juga Allah mengingatkan manusia agar mewaspadai kehidupan dunia yang dapat membuat manusia layaknya orang mabuk.

ARRAHIM (Penyayang - Khusus).

Selain sifat yang umum, Ia juga memiliki sifat yang khusus yaitu maha Penyayang. Mengapa dikatakan khusus? Karena tidak semua yang di kasih itu pasti disayang. Tidak semua yang diberi itu dilindungi. Dan tidak semua yang kebutuhannya terpenuhi itu artinya di pelihara oleh-Nya.

Bisa jadi kebutuhan yang didapatnya justru merupakan Murka yang menyebabkan mereka tidak mengetahui mana yang Ia larang dan mana yang Ia perintah. Sehingga perilakunya dibumi dilegalisasi bukan oleh sang Pencipta, tetapi oleh ajaran2 manusia yang tidak ada dasar wahyunya. Tapi hanya permainan kata yang me-nina bobo-kan manusia.

Apakah bentuk sifat Allah yang penyayang itu? Yaitu dibukakannya pemahaman tentang esensi kehidupan ini melalui kitab suci Nya . Pemahaman tentang sebuah petunjuk yang tidak pernah berlawanan dengan dengan hukum alam semesta, karena hukum alam adalah bagian dari hukum Allah. Maka adalah tidak mungkin jika petunjuk yang diperuntukan bagi manusia berlawanan dengan hukum yang ada di alam.

Al-qur'an bukanlah kitab yang berlawanan dengan hukum alam semesta, karena Allah mengajarkan manusia dengan perantaraan alam (bil qolam). Jika ada orang yang berpendapat bahwa tidak semua ilmu yang diajarkan dalam Al-quran dapat dipahami,

berarti ia TIDAK mendapat Arrohim-nya Allah. Ilmu tentang alam, dapat diteliti oleh siapapun. Sedangkan ilmu tentang psycho-social manusia sebagai sentral alam semesta, hanya ada pada ajaran wahyu Nya. Dan tidak semua manusia dapat memahaminya, tergantung dari sikap dan ketaatannya kepada Allah. Jika ia taat, maka Allah akan membuka fikirannya untuk mengetahuinya.

 Kepada siapa sifat Penyayang-Nya ini diberikan? Yaitu kepada manusia yang mempunyai cita-cita sama dengan tujuan yang Allah inginkan dari manusia. Yaitu orang-orang yang tidak menafikkan apa yang dilarang dan mengerjakan apa yang diperintahkan.

Manusia yang taat dan memiliki cita2 dalam dirinya untuk "melihat" Allah hadir di bumi. Artinya visi hidupnya adalah menegakkan sebuah system kehidupan dimana Allah saja yang mengatur, Allah saja yang menguasai, dan Allah saja yang diabdi. Manusia yang mendapat Arrahim Allah, sudah pasti ia mendapat Arrahman-Nya.

Manusia yang disayang, sudah pasti diberi-NYa. Betapa banyak manusia yang memperlakukan wahyu yang terkandung kitab suci hanya sebatas penawar kegalauan perasaannya, mengimani sebagian tetapi mengkafiri sebagian, menggunakan ayat-ayat di dalamnya bagi kepentingan pribadi, bukan mengambil pelajaran dari prinsip-prinsip hidup yang terkandung di dalamnya untuk mewujudkan amanah Nya. Itulah manusia yang tidak mendapatkan Arrahim-Nya.

 Kedua sifat Allah ini harus menjadi dasar pijakannya manusia, karena dengan memahami dan mendapatkan kedua sifat Allah ini maka manusia sadar bahwa keberadaannya tidak terlepas dari rekayasa sang Pencipta yang memiliki amanah untuk dilaksanakan oleh manusia.

Maka setiap tindakan manusia harus berdasarkan Basmallah. Karena dengan Basmallah manusia selalu introspeksi diri apakah sudah sejalan dengan sifat Allah yang diucapkannya itu atau bahkan berlawanan. Apakah visi hidupnya ingin "melihat" Allah atau melihat yang lainnya. Apakah visi hidupnya ingin menyaksikan system yang Allah ciptakan itu berlaku di bumi ini atau hanya memenuhi kebutuhan perut-nya saja.

Dengan Ber-Basmallah, maka manusia tidak pernah merasa ada Gap antara ia dengan Allah. Karena Allah menciptakan manusia dalam satu frame dengan apa yang diharuskanya. Maka apa saja yang dialaminya tidak akan membuat dirinya lupa diri atau terhanyut pada egoisentris nya yang akan membuat diri tidak perlu dengan apa yang Allah ajarkan.

 Dengan ber-Basmallah, manusia dapat menjadi berguna bagi setiap makhluk, menjadi manfaat, menjadi sesuatu yang diharapkan kehadirannya bagi seluruh anggota dalam alam semesta ini. Karena penciptaan manusia ditujukan agar menjadi sentral dari penciptaan alam semesta ini.

 Dan dengan ber-Basmallah, manusia tidak akan keluar dari apa yang diajarkannya dan tidak pernah mencoba membuat aturan yang berlawanan dengan wahyu Nya. Karena apa yang diajarkan dalam wahyu Nya adalah sesuatu yang fitrah, sesuatu yang merupakan pasangannya manusia, sesuatu yang jika manusia tidak melaksanakannya maka manusia bisa berperilaku seperti hewan, munafik, bahkan lebih jelek dari binatang

ALHAMDULILLAHI ROBBIL ALAMIIN

Segala Puji Bagi Allah Robb-nya Alam semesta.

Ini adalah sebuah pengakuan dari manusia sebagai hamba Nya yang tidak hanya sebatas lips service saja. Tetapi ini merupakan kalimat Fragmentasi yang menggambarkan bahwa betapa Allah itu patut dipuji karena manusia yang mengucapkannya seharusnya telah menyadari bahwa Allah memiliki kuasa yang amat besar.

Dia yang menciptakan alam semesta beserta isinya, Dia juga yang merawatnya. Dia yang menyusun tatanan bintang-planet-galaxi yang memiliki tatanan sebangun dengan psycho-social manusia. Dia yang merawat manusia, Dia juga yang menghukum manusia yang durhaka terhadap aturan Nya.

Karena hanya Dia dengan aturan Nya sebagai satu-satunya system yang layak dijadikan acuan dalam hidup manusia. Tanpa aturan dari Nya, maka segala sesuatu itu pasti akan kacau dan saling merusak keberadaan makhluk lainnya.

Robb persamaan katanya adalah: Pengatur, Pemelihara, dan Pendidik. Artinya Dia-lah yang mengatur, memelihara, dan membesarkan alam semesta hingga hari ini. Tidak ada satu makhlukpun yang tidak diatur olehnya. Tidak ada satu bendapun yang keluar daripada pemeliharaannya. Begitu pula tidak ada satu elemen dari alam semesta ini yang tidak berproses menuju keharmonisan untuk melaksanakan system Nya.

Coba kita lihat, bagaimana planet-planet dan bintang-bintang seluruhnya taat kepada sebuah system yang berlaku tanpa satupun yang mencoba mengacaukan keharmonisan tatanan lainnya. Bulan patuh mengitari Bumi, Tata Surya berjalan dengan matahari sebagai pusatnya, sedangkan Galaxi merupakan kumpulan banyak Tata Surya yang tidak saling bertabrakan.

Keteraturan ini berlaku pula pada tingkatan tatanan langit yang lebih tinggi lagi. Ini menunjukkan bahwa seluruh benda langit sedang taat kepada suatu hukum yang dibuat-Nya, yakni hukum alam pada antariksa.

Binatang-binatang patuh kepada hukum alam yang merupakan aturan bagi dirinya. Mereka terdiri dari selaksa spesies sebagai bukti dari ciptaan Nya yang terus berproses dan berkembang. Secara siklus, mereka berada pada rantai makanan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Suka atau terpaksa mereka harus mentaati hukum alam ini. Jika mereka merusak atau dirusak dari system ini, maka spesies mereka akan terancam kepunahan, mereka akan tereliminasi dari rantai makanan.

Seekor burung kutilang telah di maqodirkan (ditetapkan) bahwa ia harus terbang mencari makan dan berkembang biak untuk menjaga ecosystem alam semesta ini. Tidak ada satu burung kutilang-pun yang mencoba melawan maqodirnya dengan mencoba main ke Dischoteque untuk ajojing. Atau tidak ada satu kadal-pun yang bosan terhadap tugasnya sebagai reptil dan meminta dirubah menjadi kambing.

Seluruh manusia (secara fisik) senantiasa taat untuk menyeimbangkan keadaan tubuhnya bagi eksistensi komunitasnya dalam alam. Jika kita bersin, sesungguhnya saluran pernafasan sedang menghempaskan kotoran yang patut untuk dibuang.

Begitupula jika kita batuk yang merupakan reaksi tubuh terhadap sesuatu yang mengganggu siklus pernafasan. Tidak ada satupun aktifitas dari anggota tubuh yang tidak taat kepada hukum Nya. Ketundukan benda-benda alam -termasuk tubuh manusia, memberikan sebuah pelajaran bahwa seluruh alam semesta dan isinya secara fisik sedang taat kepada sebuah system global yang Ia ciptakan, dimana ini semua akan berjalan bersama menuju kepada sebuah keharmonisan alam semesta itu sendiri.

Jika Allah mempunyai hukum yang telah ditetapkan kepada makhluk-makhluk dalam alam semesta ini, maka kepada manusia pun -secara psychologi- Allah membuat sebuah hukum yang memang sudah dirancang sempurna agar dilaksanakan oleh manusia.

Karena hukum-hukum yang Ia ciptakan adalah fitrah (Sesuatu yang sudah seharusnya) untuk dinikmati oleh manusia. Hukum Nya ini memiliki komposisi yang pas proporsinya agar manusia menjadi makhluk yang bermanfaat bagi setiap benda, menjadi makhluk yang dinginkan keberadaannya karena kerap membawa keselamatan akan kehadiran dirinya.

Hukum bagi manusia itu terangkum dalam Kitab Suci yang merupakan kumpulan perintah dan larangan-Nya. Maka Manusia yang taat kepada Allah adalah manusia yang menjadikan prinsip hidup di dalamnya sebagai satu-satunya aturan hidupnya. Manusia harus memiliki cita-cita untuk membumikan prinsip hidup itu pada komunitasnya, karena disitu ada hukum yang seimbang, itulah yang namanya pengabdian.

Ayat ke 2 dalam surat Al-Fatihah ini memiliki konsekwensi yang besar terhadap nilai kepatuhan manusia kepada Allah. Karena ketika manusia mengucapkan bahwa Allah sebagai Robb-nya, maka berarti harus taat kepada aturan-aturan Nya.

Jika ada orang yang mengaku taat dan rajin melaksanakan ibadah ritual -dengan berulang kali menyebut Allah sebagai Robb (dalam Al-fatihah)- tetapi di dalam kehidupannya ia tidak berusaha untuk menjadikan aturan Allah sebagai satu-satunya software yang mengatur diri dan komunitasnya,

Maka Orang-orang ini dianggap sebagai "orang yang mabuk" (QS: 4/43), yaitu kerap mengucapkan sesuatu yang tidak dipahaminya. Ucapannya hanya sebatas ritus saja, tetapi tidak ada bukti perwujudannya. Orang mabuk tidak boleh mendekati/mencoba shalat. Jika tetap dilakukan, maka sia-sialah shalatnya.

Sebenarnya tujuan manusia diciptakan dan dipelihara-Nya adalah sangat jelas; yaitu untuk menjadi pengabdi-Nya (QS: 51/56). Karena jika setelah diciptakan dan dipelihara tetapi manusia tidak mengabdi dengan aturan yang telah ditetapkan-Nya, maka orang tersebut akan dibenci-Nya, bukan disayang-Nya

Ketika kita bekerja pada sebuah perusahaan/ kantor dan kita memiliki Boss, maka kita senantiasa mentaati aturan yang dibuatnya. Jika kita tidak mentaati bahkan mencoba kerja di tempat lain tanpa seizinnya,

Maka pastilah Boss akan marah dan menghukum kita dengan berbagai sangsi, termasuk pemecatan. Begitu pula Allah sebagai Boss-nya manusia. Jika manusia secara sadar mentaati aturan lain selain aturan-Nya, maka apapun yang dilakukannya hanya akan mengundang kebencian Nya. Pastilah ia akan mendapat murka, dan mereka senantiasa menjadi makhluk yang akan merusak peradaban karena setiap pikir-kata-perbuatannya mencoba melawan prinsip-prinsip dasar kehidupan.

 Antara manusia dan alam semesta ini memiliki kaitan/link yang amat erat dan saling memberi (Simbiosis Mutualisma). Keberadaan manusia di rencanakan agar menjadi komponen penting bagi mata rantai yang saling berkaitan dalam alam semesta.

Manusia dirancang menjadi aktor utama dalam system Nya, yaitu sebagai komponen penentu bagi keharmonisan alam semesta. Keberadaan manusia akan membentuk sinergi yang optimal terhadap alam semesta yang maha dahsyat ini. Manusia bisa membaca fenomena dan gejala alam sehingga tidak tertimpa musibah dari fenomena alam tersebut.

Manusia bisa memahami Karakter Allah yang telah menjadi sebuah Tradisi dan pasti berulang terhadap segala sesuatu. Tradisi Nya terhadap komunitas manusia juga pasti berulang. Tidak ada lagi cara untuk menyeimbangkan komunitas manusia yang carut-marut ini selain dengan apa yang Allah ajarkan. Itulah bukti bahwa manusia mengakui Allah sebagai Robbul Alamin. 

ARRAHMAANIRRAHIM

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Setelah memahami bahwa Dia-lah yang maha mengatur alam semesta ini beserta isinya, kembali manusia diingatkan bahwa Dia adalah yang memberi hidup dan kehidupan pada semua makhluk di jagat raya ini.

Seluruh makhluk yang diciptakannya harus menyadari bahwa tidak ada yang membuat hidup dan kehidupan selain Dia. Seluruh makhluk tidaklah patut untuk mengharapkan kehidupan selain dari-Nya. Opini ini harus dimiliki oleh setiap manusia, sehingga di setiap sudut perbuatannya memiliki tujuan yang sama dengan Yang Menciptakan.

Bumi, planet, tata surya, galaksi dan setiap isinya diberi jatah untuk penghidupan. Tentu manusia sebagai sentral dari penciptaan akan mendapatkan perlakuan yang khusus sebagai mandataris di dalam me-manage alam semesta.

Konsekuensinya adalah, manusia harus taat kepada setiap aturan Nya, karena dengan modal ketaatan ini akan memposisikan manusia sebagai makhluk yang mencerminkan Karakter Penciptanya. Adalah sesuatu yang tidak pantas jika manusia mengharapkan pertolongan selain dari Nya. Tidaklah patut jika manusia merasa bahwa bisa merekayasa kehidupan tanpa seizin dari Nya. Dan tidak-lah layak jika manusia menjalankan sebuah aturan dalam hidup menurut pertimbangan pribadi.

Pengakuan bahwa Dia adalah Sang Pemberi hidup sering diperlakukan sebagai pengharapan yang bentuknya normatif. Mengapa demikian? Karena pada prakteknya banyak manusia meletakkan pengharapan itu hanya dalam doa-doa ritus saja.

Doa yang terucap di saat tidak menemukan solusi terhadap permasalahan dunia yang dihadapi. Doa disaat munculnya sebuah pengharapan untuk mencapai sebuah kepuasan dunia tertentu. Tetapi setelah apa yang diidamkan itu dapat tercapai, atau justru ketika merasa frustasi karena keinginan itu tidak terwujud, maka Dia hanya diberi ruang yang sempit dalam kehidupan nyata.

Dia hanya berfungsi sebagai pemanis kulit spiritual untuk mengukuhkan pendapat orang lain bahwa telah tergolong orang yang alim. Sehingga perkataannya didengar, nasihatnya diikuti, dan kebutuhan pengakuan akan jatidirinya semakin memukau lawan bicara.

Arrahmaan adalah karakter Allah yang bersifat umum. Sifat ini dimiliki oleh Allah karena Dia ingin menciptakan manusia yang mencerminkan kemauan Nya, begitu pula dengan sifat-sifat yang terkandung dalam isme-isme yang lain (Asmaul Husna). Tentu karakter yang sesuai dengan proporsi manusia sebagai makhluk, bukan sebagai Al-kholik (pencipta).

Manusia harus memiliki sifat suka memberi dan mengasihi setiap makhluk, karena Ia mencontohkannya demikian. Manusia diarahkan agar bisa menjadi makhluk yang bermanfaat bagi makhluk lain.

Tidaklah pantas kalau ada manusia yang mengatakan taat pada-Nya, tetapi merasa eksklusif, tidak memiliki sense of humanity, kasar, dipenuhi rasa curiga, mengedepankan SARA dan benci terhadap manusia lain menurut egonya.

Sesungguhnya orang yang paling tersiksa adalah orang yang suka melihat kekurangan orang lain, karena sepanjang hidupnya ia sedang diliputi rasa ketakutan (paranoid) terhadap kekurangan orang lain yang sering ia bicarakan.

Orang yang paranoid/curiga akan memancarkan aura yang negatif, maka segala perbuatannya tidak lain bertujuan untuk memuaskan kepentingannya sendiri. Dan orang yang egois pasti akan menuai kehinaan dan kecelakaan bagi dirinya maupun orang disekitarnya.

Karakter yang mengikuti Arrahman ini adalah Arrahiim, yaitu Maha penyayang. Sifat ini adalah sifat yang dipahami hanya oleh orang-orang yang memiliki frame sama dengan-Nya, karena Arrahiim ini adalah sifat Allah yang khusus. Khusus karena Allah memilih manusia yang disayangnya.

Tidak semua manusia mendapatkan Arrahim-nya Allah, tidak semua manusia disayang. Adalah wajar jika Ia memberikan sesuatu yang khusus pada manusia yang bekerja sesuai dengan konsep Nya. Justru tidak wajar jika Dia sayang kepada orang yang mendurhakai Nya, walaupun ia rajin beribadah ritual. Bentuk Arrahim Allah tidak bisa disandarkan sepenuhnya kepada frekwensi ritual spiritual yang dilakukan, bahkan bisa jadi itu menipu.

Bentuk dari Sayangnya Allah pada manusia yang dipilihnya adalah dengan membuka pemahaman tentang wahyu yang ada pada kitab-kitab suci sebagai petunjuk pelaksanaan manusia untuk mengabdi. Betapa banyak hari ini manusia yang tidak berjalan sesuai dengan manual book ini. Bahkan manual book yang dibuat-Nya dipergunakan justru berlawanan dengan fungsinya.

Jika kita ingin menjalankan sebuah perangkat elektronik yang canggih dan belum pasaran, maka kita akan melihat book guidance nya agar tidak tersesat/merusak alat tersebut. Demikian juga pada Al-quran. Betapa banyak manusia memperlakukan nya hanya untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat  temporer dan tidak ada hubungannya dengan permasalahan dasar manusia yang disinggung dalam Al-quran.

Bahkan ada manusia yang memakainya untuk hal-hal klenik, mengusir "Jin", menolak bala, berharap bisa menjadi pengaman rumahnya dari gangguan makhluk halus. Al-quran bukan berfungsi untuk hal-hal tsb diatas. Al-quran bukan untuk mengusir "setan" yang ada di pohon beringin. Tetapi Al-quran adalah sebuah konsep untuk memperingati orang-orang yang HIDUP. Hidup jiwanya, hidup Qolbu-nya, dan hidup fisiknya.

QS: Yasin ayat 69-70 (36/69-70):

"Dan Kami tidak mengajarkan Syair kepadanya dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Supaya dia memberi peringatan kepada ORANG-ORANG YANG HIDUP dan supaya pastilah ketetapan terhadap orang-orang kafir."

Dari ayat diatas, jelaslah bahwa Allah menginginkan agar Al-quran dipergunakan oleh orang yang mengimaninya sebagai software untuk memperingati orang-orang yang Hidup, baik Qolbu maupun fisiknya. Bukan untuk membacakan bagi seonggok mayat yang sudah tidak bisa merespon peringatan dari yang hidup. Jika demikian, berarti ia berlawanan dengan visi dan misi Allah. Manusia yang seperti ini hanya mendapatkan sifat Arrahman Nya, bukan Arrahim. Karena ia menyimpangkan fungsi dasar Al-quran sebagai petunjuk hidup, menjadi petunjuk untuk memuaskan keinginan materialistiknya saja.

Hidup artinya, memberikan segala potensi yang ada pada dirinya hanya kepada Allah. Ia bernafas, bekerja, berkeluarga, bersosialisasi, memiliki tujuan yang sama dengan Allah. Yaitu untuk mengabdi pada Nya. Yang namanya pengabdi, apapun yang diperintahkan Majikannya pasti dilakukan. Manusia yang mati adalah manusia yang memupuk egosentris nya dengan merasa bahwa pengabdian pada Allah tergantung dari masing-masing pribadi, hanya sebatas ritual saja, padahal ritual belumlah bernilai jika belum diaplikasikan.

Manusia yang mati adalah yang visi hidupnya dipupuk bukan dengan wahyu, tetapi dengan kebutuhan Perut, Atas Perut, dan Bawah Perut (Materi, Kekuasaan, dan Sex). Siapapun dia, jika visi hidupnya bukan untuk menjadikan Nya sebagai Robb (Pengatur), Malik (Raja), dan Ma'bud/ Ilah (yang diabdi), maka manusia itu tergolong orang-orang yang mati.

Tugas para Rasul adalah menghidupkan orang-orang yang mati. Mati dikubur oleh keindahan duniawi. Sehingga orang yang tadinya tidak mengarahkan fungsi dirinya sebagai pengabdi, bisa menjadi orang yang taat untuk bekerja bagi mewujudkan misi Nya.

Kematian inilah yang dihidupkan oleh Jesus terhadap Lazarus yang sudah dikubur. Dan kematian inilah yang dihilangkan oleh Nabi Muhammad kepada Abu Sofyan ketika mengembalikan fungsi Allah sebagai satu-satunya Pengatur. Itulah Karakter Allah sebagai Arrahiim.

MAALIKIYAUMIDDIN

Yang Menguasai Yaumiddin.

Penjajahan yang terjadi di dunia ini karena manusia mencoba mengatur manusia lainnya, padahal manusia tidak boleh mengatur manusia lain atas dasar kepentingannya sendiri, karena itulah esensi perbudakan yang amat dibenci oleh Nya. Islam sangat menentang perbudakan, yang akan menyebabkan manusia menzolimi manusia lainnya.

Bukankah pada permulaaan penciptaannya manusia itu memiliki derajat yang sama? Permasalahan siapa yang menjadi pengatur (Robb), aturan apa yang dipakai, itulah yang menjadi permasalahan manusia yang pertama yang diungkapkan dalam surah Al-Fatihah. Permasalahan yang kedua: Yang Menguasai (Maalik) memiliki korelasi yang searah dengan yang pertama (Robb).

"MAALIKIYAUMIDDIN" jika didefinisikan tersusun dari kata MALIK, YAUM, dan DIN. MAALIK = Yang menguasai; turunan dari kata MALIK yaitu Raja. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang jelas dan detail, sehingga beda 1 huruf (panjang-pendek) memiliki arti yang berbeda. YAUM = Hari/masa, Dien = adalah system kehidupan, gaya hidup, cara hidup yang Allah ciptakan. Sebuah pola hidup dimana hanya Dia yang menjadi Pengatur, yang menguasai, dan yang patut diabdi. Sebuah System hidup yang menuntun agar seluruh makhluk bekerja sesuai dengan fungsinya tanpa ada perpecahan dalam pelaksanaannya.

Dien ini berlaku bagi segala sendi kehidupan manusia. Politik, ekonomi, sosial, budaya semuanya dijalankan sesuai dengan yang Allah kehendaki. Tidak pantas jika manusia mengaku sebagai abdi Allah tetapi mencari system lain selain system Nya. Karena Dien ini dilaksanakan oleh seluruh anggota alam semesta.

Dengan demikian, seluruh anggota alam semesta menurut Nya sudah “Aslama” (Taat). Yaitu taat/tunduk patuh terhadap system yang mengatur dirinya. Islam adalah sebuah pola hidup ketaatan, tunduk-patuh terhadap yang Maha Pengatur. Islam turunan dari kata Aslama; yaitu tunduk-patuh. Tentu tunduk patuh kepada Sang Majikan.

Menurut Al-quran; Planet2 dan bintang2 sudah taat, tumbuhan sudah taat, bahkan cacing-pun sudah taat. Mereka tidak pernah memberontak dari ketetapan atas fungsi dirinya:

QS: Ali Imran ayat 83 (3/83):

"Maka apakah mereka mencari Dien yang lain dari Dien Allah, padahal kepada-Nyalah Tunduk-Patuh segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan."

Islam bukanlah Merek, bukan milik suatu bangsa, bukan mengedepankan ethnic atau golongan, tetapi sebuah penamaan dalam bahasa Arab tentang sebuah system hidup yang mengacu kepada sikap hidup yang tunduk patuh kepada aturan yang Menciptakan.

Apapun-siapapun dia, jika taat dan tunduk-patuh kepada-Nya, maka ia sudah Islam. Untuk manusia pun berlaku demikian. Jika ia taat kepada yang Menciptakan, memiliki frame yang sama dengan yang Mencipta dan Mengatur, dan mau melaksanakan apapun yang diperintahkan Nya, maka ia adalah Islam.

Ibarat buah catur, manusia itu adalah buah catur, sedangkan Allah adalah yang memainkannya. Tidak-lah dikatakan sebuah permainan catur apabila sang pemain menggerakan pion tetapi pionnya malah menempel pada papan dan tidak bisa digerakkan. Itulah teologi sebuah pengabdian.

Taatnya manusia bukan dilihat dari kerapnya mencucurkan airmata ketika melakukan ibadah ritual saja, tetapi mengarahkan segala Pikir-Kata-dan Perbuatan untuk mewujudkan amanah Nya. Apakah Amanahnya itu? Ia telah menugaskan kepada manusia untuk membangun system hidup seimbang menurut wahyu Nya.

Dien bukan berarti Agama. Karena Agama tidak sama maknanya dengan Dien, tetapi ia adalah bahasa sansekerta yang artinya berbeda dari visi-misi Nya. Agama berasal dari kata: "A" = Tidak, "GAMA" = Kacau/mati. Maka segala yang berembel-embel agama tidak boleh berbuat kacau, tidak boleh berperang, tidak boleh membunuh. Padahal di dalam Al-quran jika diteliti ada perintah untuk berperang -pada saatnya (QS: 2/216), perintah untuk membunuh -pada saatnya (QS: 9/5). Maka Dien bukan berarti Agama, tetapi System hidup, karena terdiri dari serangkaian elemen yang membentuk hubungan timbal balik harmonis kepada setiap makhluk

Dari arti Dien, berarti YAUMIDDIIN adalah hari atau masa tegaknya system Allah, bukan hari pembalasan atau hari kehancuran yang salah diartikan

Dengan hari kiamat. Kata Kiamat berasal dari QOOMA-YAQUWMU-QIYAAMAN; yang artinya Berdiri-tegak-exist, bukan hari kehancuran. Disinilah banyak penyimpangan arti dan makna yang dipahami. Hari Kiamat atau "Yaumul Qiayamah" artinya "Hari Tegaknya", yaitu tegaknya Dien Allah, tegaknya system Allah pada komunitas manusia. Barulah dengan pemahaman demikian YAUMIDDIIN sama artinya dengan YAUMUL QIYAMAH atau hari kiamat.

YAUMIDDIIN adalah sebuah hari/masa dimana Allah kembali menjadi satu-satunya pengatur bagi aktifitas manusia. System yang Allah buat menjadi system pemenang pada komunitas manusia. Sehingga manusia suka atau terpaksa taat kepada apa yang Allah kehendaki. Yaumiddiin ini terjadi di dunia, bukan untuk setelah mati. Karena Al-quran dibuat adalah sebagai petunjuk bagi manusia di bumi.

Yaumiddiin ini pernah terjadi pada jaman nabi Musa, nabi Isa, dan nabi Muhammad. Dimana pada masa itu kerajaan yang Allah inginkan bisa terwujud di bumi. Sebuah kerajaan yang mendorong majunya ekonomi, teknologi, sosial, dan berkembangnya taraf hidup manusia secara fitrah.

Tapi kini kerajaan itu sudah ambruk, sudah tidak menjadi sebuah system hidup yang ditaati manusia, tidak lagi bersinar, tidak lagi menjadi Polisi-nya dunia, tidak lagi menjadi Manager-nya dunia. Dunia ini barulah mendapat ridho dariNya jika di Manage oleh aturan yang dibuat-Nya. Tetapi makna Yaumiddin hari ini telah digusur kepada arti yang membuat manusia menjadi giat dalam melakukan ibadah ritual, tetapi meninggalkan aplikasinya.

Hari ini Yaumiddin belum tergenapi, tetapi sedang berproses kearah wujud. Manusia harus meyakini bahwa Yaumiddiin pasti akan berulang karena itu adalah Sunnatullah, gaya Allah, Karakter Allah. Jika keyakinan Yaumiddin jenis ini ada dalam kepala manusia, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mewujudkannya.

Ada atau tidak peran kita dalam menyambut Yaumiddiin, pasti hari itu akan terjadi. Jika hari itu datang, maka segala ketimpangan akan kembali diseimbangkan. Tinggal berada dimana kita nanti, apakah manusia yang taat dengan menyambut Yaumiddiin, atau manusia yang tidak berbuat untuk menyambut kedatangannya sehingga pasti mendapatkan azab sebagaimana kisah orang-orang yang mendurhakai Yaumiddin dalam Al-quran.

Manusia yang meyakininya adalah manusia yang mengarahkan aktfitasnya untuk menyambut hari tegaknya Diin. Artinya mereka yakin bahwa ada suatu hari nanti dimana System yang Allah buat kembali berlaku dibumi. Tentu hari itu tidak dapat dilihat hanya dengan berpangku tangan saja, tetapi membutuhkan sebuah perjuangan sebagaimana orang-orang yang sholeh dahulu.

Pada hari itu Allah akan menjadi Rajanya manusia, Raja yang adil dan bijaksana. Layaknya Raja, yang menentang kebijakannya pasti ditumpas. Dan bagi yang mengabdi kepadanya akan diberi reward yang tidak putus-putus. Visi yang demikian dipahami oleh Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad beserta pengikutnya. Maka untuk melihat hari itu, tinggal mencontoh saja bagaimana mereka mencapainya, bukan dengan kreasi yang cenderung tidak pasti dan nisbi.

Tapi betapa banyak manusia yang tidak meyakini Yaumiddiin dalam makna ini; Dengan kata lain, betapa banyak manusia yang merasa bahwa Allah tidak akan menjadi Raja di bumi ini. Mereka melaksanakan dan merasa enak/betah dengan aturan yang dibuat oleh manusia, sementara mengklaim itu dari Allah.

Padahal kondisi Dien Allah hari ini sedang diinjak-injak oleh system karangan manusia. Inilah bukti daripada tidak yakinnya manusia terhadap Yaumiddiin yang dijanjikan. Sehingga penyebab permasalahan yang terjadi saat ini - ketimpangan dan kerusakan moral- adalah karena manusia tidak meyakini bahwa Allah akan "turun" ke bumi, adalah karena manusia tidak yakin system Allah ini akan terwujud sebagaimana jaman para Rasul dahulu

Betapapun rajinnya ia mengerjakan ibadah ritual, tetapi jika aplikasinya dalam keseharian tidak diarahkan untuk menyambut hari ini, maka mereka akan ditimpakan azab. Yaitu suatu kehinaan dan kenistaan.

Menurut Allah orang-orang yang mengaku Muslim harus memiliki sikap seperti orang yang akan melaksanakan sebuah Hajat besar -suatu Perhelatan Akbar. Suatu penantian yang amat dicita dan dicintakan oleh manusia. Permasalahan yang terjadi dalam komunitas manusia di dunia hari ini adalah ketidak yakinan akan Perhelatan akbar ini.

Sehingga kegiatan spiritualnya hanya sebatas kepada hal yang berbau ritus dan mistik. Memahami Dien dengan unsur emosional dan membuat jurang antara kehidupan dunia (materi) dengan kehidupan langit (yang Allah ajarkan).

Mereka alergi pada prinsip-prinsip dasar yang diajarkan dalam Kitab Suci dengan mengatakan bahwa kisah-kisah dalam kitab suci tidak bisa ditiru. Yang menjadi dasar pijakan hanya Ego-nya saja. Manusia yang seperti ini tidak akan mendapatkan Arrahim-nya Allah. Oleh karena itu Keyakinan akan hari Yaumiddiin/hari Qiyamah ini menjadi pilar penyusun Iman (Rukun Iman), sebuah hari kemenangan yang dituai oleh orang yang beriman.

Jika ada orang yang tidak meyakni Yaumiddiin, maka bangunan Islam pada dirinya akan runtuh, dan pasti pilar2 yang lain tidak sejalan dengan Pilar yang Ia maksud. Dengan kata lain, iman yang dia rasa hanya sebatas Lips Service, bukan cita-cita yang didambakan.

Kekeliruan manusia didalam memahami surah Al-fatihah ini -sebagai pembuka Al-Quran- sudah bagaikan sebuah sudut, yang semula kecil, tetapi semakin lama-semakin besar, hingga tidak menyadari sudah semakin jauh dari tujuan awal.

Maka Allah tidak sudi memberi petunjuk kepada mereka, karena mereka tidak membuka sarana berfikir mereka dan lebih cenderung kepada ajaran manusia, yang ketika dicek dengan Kitab Suci justru berlawanan dan berseberangan dengan visi-misi dasar kehidupan ideal.

IYYAAKA NA'BUDU WAIYYAAKA NASTA'IYN

Hanya kepada Engkaulah kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.

Arti a'budu adalah mengabdi, bukan menyembah. Karena kata menyembah lebih cenderung kepada kegiatan ritual saja. "Menyembah berhala", "menyembah patung", itu lebih tepat digunakan. Sedangkan mengabdi adalah memberikan segala potensi yang ada, bekerja dengan sekuat tenaga, menumpahkan segala kemampuan. Tentunya dalam ayat ini adalah kepada Allah sebagai yang mencipta manusia. Mengabdi yang dinyatakan dalam ayat ini adalah bukan sendirian, tetapi jamak/lebih dari satu orang. Karena ayat-nya berbunyi “NA'BUDU", “kami mengabdi”.

Kata "NA" disini mewakili "NAHNU" yang artinya "Kami". Maka ini adalah pernyataan manusia kepada Allah yang bersifat Kolektif, bukan sendiri-sendiri. Allah sangat membenci kesendirian dalam mengabdi. Karena Kesendirian itu akan menyebabkan perpecahan. Jika ada perpecahan, maka tidaklah manusia dapat melaksanakan apa yang diminta oleh Allah.

Tetapi justru membuat manusia menjadi merasa benar, sombong, dan merasa luput dari kesalahan. Dengan Perpecahan, manusia akan merasa golongannya lah yang paling benar, merasa paling mendapat berkah, dan merasa cara ibadah-nya sudah diridhoi. Dan perpecahan itu menurut Allah adalah bentuk dari KEMUSYRIKAN.

QS: Ar-ruum Ayat 31-32 (30/31-32):

"Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah Shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang MUSYRIK. Yaitu orang-orang yang MEMECAH-BELAH Dien mereka sendiri, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka."

Menurut Allah, Ia sangat membenci manusia yang mau mengabdi kepada-Nya dengan cara bergolong-golongan. Terkotak-kotak dengan dasar kekayaan, suku, marga, intelektual, maupun ormas-ormas yang pasti akan menyulut kebanggaan pada golongannya sendiri. Jika sudah bangga akan golongan sendiri, maka akan terciptalah perasaan bahwa berada di atas golongan/orang lain, merasa lebih mulia, lebih diprioritaskan, minta dihormati.

Contoh sederhana dari kasus ini adalah ketika di jalan raya kita berpapasan dengan gerombolan pengendara motor dengan dari klub yang sama. Semua pengendara diluar klubnya dipaksa memberi jalan kepada gerombolannya, berlaku seolah mereka yang punya jalan.

Jika bersenggolan dengan pengendara di luar mereka, maka pengendara lain itu akan mendapat pengeroyokan dari klub motor tersebut. Baik gerombolan yang murni pencinta motor, ataupun gerombolan pawai yang bertameng agamis.

Secara psychology, kebanggaan akan kelompok sendiri itu sudah ada pada setiap diri manusia. Hal inilah yang diantisipasi dalam surat Ar-rum ayat 31-32 tadi. Atau dengan kata lain setiap manusia memiliki potensi untuk melakukan perbuatan Syirik, baik syirik kecil ataupun syirik besar.

Bagaimana mungkin manusia bisa mewujudkan sebuah kekuatan yang solid kalau isinya adalah perpecahan dan saling bangga kepada kelompoknya sendiri? Logika sederhana ini sulit ditembus oleh orang yang sarana berfikirnya sudah terpatri oleh dogma kecintaan aka kelompoknya sendiri.

Sikap kecenderungan kepada kelompok ini akan berefek kepada nilai pengabdian pada Allah. Karena ia tidak tahu bahwa bergolong-golongan itu adalah yang dibenci Nya (Syirik), maka walaupun ia rajin melakukan ibadah ritual, ia tidak akan mendapatkan pengampunan dari Allah:

QS: An-Nisa ayat 48:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” Lantas, bukankah di dalam surat Al-Fatihah ini juga mendorong kepada golongan dengan adanya kata “Kami?”. Apakah itu syirik?

Golongan dalam komunitas manusia itu kategorinya cuma ada dua. Yaitu golongan Allah, dan selain golongan Allah (QS: 58/22). Golongan Allah adalah sebuah komunitas manusia yang dibina oleh wahyu Allah. Yaitu menjadi hamba yang taat di dalam melaksanakan amanahnya berupa penegakkan Dien Nya.

Sedangkan orang-orang yang termasuk dalam kategori selain golongan Allah adalah komunitas manusia yang menyandarkan kehidupannya kepada pencapaian materialistik semata. Bahkan unsur-unsur agama dijadikan pembenaran dalam pencapaian tujuan tersebut.

Lihat bagaimana orang-orang beriman dahulu didalam menegakkan pola hidup ketaatan. Mereka tidak pernah berpecah. Mereka justru menyamakan visi dan misi dalam sebuah ikatan yang disimpul oleh Allah melaksanakan amanah Nya.

Mengapa kita harus dicerai-beraikan hanya karena perbedaan materi, suku, pangkat, dan kepentingan? Bukankah semuanya itu akan musnah dikala kita menghadapi maut? Maka di dalam Islam tidak ada ibadah sendiri-sendiri, tidak ada perpecahan. Tidak ada Islam kalau tidak kolektif.

Dengan demikian pernyataan dalam surah Al-Fatihah ini bersifat kolektif, tidak sendiri-sendiri. Dimana surat ini setiap shalat 5 waktu dibaca. Berarti, ibadah shalat 5 waktu pun harus berjamaah, tidak boleh sendiri. Jika kita merasa boleh mengerjakan Shalat sendiri, itulah pertanda kita buta.

Mengapa hari ini banyak orang yang shalat sendiri? Itu adalah bukti ketidakpahaman akar permasalahan yang disinggung dalam surah Al-fatihah.

Dan memang, Para Nabi-pun tidak pernah shalat 5 waktu secara sendiri. Karena mereka adalah orang-orang yang memahami surah Al-fatihah dan menghindarkan diri dari kemusyrikan yang bergolong-golongan. Dalam ayat ke 5 dalam Qur’an ini disunggung siapa yang patut DIABDI. Siapa yang harus menjadi panutan, siapa yang harus dimintai pertolongan. Begitu pula dalam memohon pertolongan kepada Allah (Iyyaka Nasta'iyyn), menurut surah ini tidak bisa sendiri-sendiri. Tentu karena hanya kepada Allah manusia mengabdi, maka kepada-Nya sajalah manusia patut memohon pertolongan.

 Ayat ini tentu mensinyalkan bahwa tidak ada usaha manusia yang keluar dari pengabdian kepada Nya. Tidak ada istilah Sekuler dalam kamus pengabdian kepada Allah. Tidak ada pemisahan antara mengabdi kepada Allah dan mencari penghidupan dunia. Bukankah setap shalat kita membaca “Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku, hanya untuk Robb alam semesta ini”. Mengapa ini hanya didengungkan ketika melakukan ibadah ritual? Mengapa di dalam kehidupan nyata justru bergolongan yang sangat Ia benci?

Menikah, bekerja, memiliki anak, sakit, gembira, sejatinya tidak keluar dari misi dan visi yang diamanahkan Allah. Yaitu memiliki cita-cita untuk menyaksikan system kehidupan ciptaan Nya wujud di muka bumi. Tekad dasar itu sudah hilang dalam kesadaran manusia. Sehingga wajarlah jika ada manusia yang terlihat agamis hanya ketika melakukan ibadah ritul saja, tetapi dalam kehidupan nyata tidak ubahnya seperti serigala yang siap melumat orang lain.

Permasalahan dasar manusia adalah siapa yang harus DIABDI, dan siapa yang layak Dimohon Pertolongan. Karena hanya samar-samar, manusia menjadikan apa yang menurut perasaannya bisa mendatangkan ketenangan sebagai yang patut diabdi, termasuk mengabdi kepada hawa nafsunya sendiri.

Coba kita lihat kondisi hari ini, betapa banyak orang yang ingin mengabdi kepada Allah tetapi berlawanan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Al-qur'an. Allah membenci perpecahan, tetapi manusia malahan dengan bangga tergabung dalam berbagai golongan. Betapa banyak golongan-golongan itu mengklaim pendiriannya berasaskan Islam. Aktivitas manusia terkotak-kotak oleh kecintaan materialistik, hingga banyak manusia yang merasa lebih mulia dibanding yang lainnya.

Allah mengisyaratkan untuk mengabdi secara kolektif, tetapi manusia malah merasa bisa sendiri-sendiri. Bahkan menangis sendiri tanpa ada yang tahu apa yang dimohonkannya. Padahal para Nabi tidak pernah mencontohkan demikian. Karena apa yang disinggung dalam Al-qur'an adalah untuk suatu jamaah, suatu komunitas.

Tidak ada ayat dalam Al-quran yang diperuntukan bagi individu, tetapi sebuah petunjuk pelaksanaan bagi sebuah umat yang taat kepada Nya. Oleh karena itu ketika Allah menunjuk manusia, maka Ia menggunakan kata KUM, yang artinya lebih dari satu; sebuah ummat, sebuah komunitas yang berjalan berdasarkan apa yang Ia instruksikan saja, bukan yang lainnya.

IHDINA SHIROTHOL MUSTAQIM

Tunjukilah kami jalan yang lurus

Apakah Shirothol Mustaqim itu? Sebagian orang memahami bahwa Shirothol Mustaqim adalah jalan yang terbentang dari padang Ma'syar hingga ke Syurga, dimana di bawahnya ada api neraka yang menjilat-jilat. Bagi orang yang tidak beriman, jalan itu sangat kecil. Karena kecilnya, maka jalan itu seperti rambut yang dibelah tujuh. Tapi bagi yang beriman, jalannya bisa lebar bagaikan jalan Tol.

Pertanyaannya adalah: Apakah benar Shirothol Mustaqim seperti itu? Siapa yang mengajarkan Shirothol Mustaqim seperti itu? Apakah ada ayat Al-quran yang menggambarkannya demikian? Kalau tidak ada, berarti pemahaan seperti itu bukanlah Shirothol Mustaqim yang Allah maksud.

Mari kita kembalikan segala sesuatunya kepada Allah. Mari kita bertanya kepada Allah. Artinya mari kita menelaah Al-quran untuk mendapatkan jawabannya. Bukan memahaminya dengan pendapat manusia. Karena pendapat yang bukan dari Allah senantiasa bersifat temporer, cenderung menguntungkan bagi yang mengemukakannya.

Jawaban tentang Shirothol Mustaqim yang dimohon manusia yang menginginkannya sebenarnya ada pada surat Al-Ftihah itu sendiri, yakni sebuah jalan hidup orang-orang yang telah diberi nikmat oleh-Nya, “Shirothollaziyna An’Amta Alaiyhim”. Yaitu orang-orang yang bercita-cita dan berusaha menyambut system (Dien) yang Allah ciptakan hingga berlaku di bumi ini.

 QS: An-nisa ayat 68 s/d69 (4/68-69):

"Dan pasti kami tunjuki mereka kepada SHIROTHOL MUSTAQIM. Dan barang siapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: NABI-NABI, para SHODDIIQIIN, para SYUHADA, dan para SHOLIHIN. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Para NABI adalah orang-orang yang diberi penglihatan tentang apa yang akan terjadi pada masa depan. Ini diinformasikan melalui pemahaman Wahyu yang diterimanya. Yaitu tentang tegaknya kembali sebuah system hidup azasi yang pasti akan terjadi, karena apa yang diajarkan dalam kitab-kitab suci adalah cara untuk mengembalikan system yang mengatur dunia ini menjadi kembali kepada atmosfir yang Allah telah ciptakan, kembali menuju kepada Titik Keseimbangan.

Mereka berbuat untuk menzohirkannya dengan tuntunan wahyu dan mengikuti perjalanan para Nabi sebelumnya. Adanya kriminalitas, Narkoba, Perzinahan, sesungguhnya itu adalah efek dari system yang Bathil (Salah), dimana keberadaan system bathil itu justru mengganggu keseimbangan dalam setiap segi kehidupan.

Para SHODIQIN adalah orang-orang yang membenarkan instruksi dari Allah dengan memberikan harta dan jiwanya kepada perniagaan yang Allah janjikan, sebuah perniagaan-jual beli yang tiada merugi sedikitpun. Dan mereka berbuat dengan sekuat tenaga untuk menyambut "turunnya" Allah ke muka bumi. Para SYUHADA adalah orang-orang yang mati sebagai bukti dari kebenaran system yang Allah buat. Para SHOLIHIN adalah orang-orang yang pikir-kata dan perbuatannya mengarah kepada usaha penegakkan system itu.

Shirothol Mustaqim yang diminta setiap Shalat adalah jalan hidup yang pernah dilalui oleh para Nabi, Shodiqin, Syuhada, dan Sholihin. Jika kita ingin mendapatkan Shirothol Mustaqim yang akan berujung kepada keselamatan, maka kita harus meniru ibadah mereka.

Tidak ada jalan lain yang dapat menuntun manusia kepada ridho Nya selain Shirothol Mustaqim. Maka manusia yang ibadahnya, kehidupannya, tujuan hidupnya tidak seperti mereka, berarti manusia itu menolak ridho Nya. Manusia yang menolak menduplikasi konsep yang para Nabi jajakan. Itulah model manusia yang mengajak ke Neraka, siapapun dia.

Ini menjelaskan bahwa solusi dari permasalahan yang sudah carut marut pada komunitas manusia hari ini tidak lain adalah dengan mengikuti konsep hidup para Nabi. Keberadaannya menjadi aktor pejuang dari alur skenario yang Ia buat. Bukan Jenggotnya saja yang ditiru, bukan cara makannya saja yang diikuti, bukan celananya yang “Nyongklang”, tetapi gerak hidupnya mempunyai tujuan dan nilai yang sama dengan para Nabi.

 QS: Ali Imran ayat 31 (3/31)

"Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutlah aku (Nabi). Niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni segala dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang."

Jika ada orang yang mengatakan bahwa tidak semua perbuatan Nabi bisa ditiru, itulah orang yang sebenarnya ingin menjauhkan umat manusia dari perilaku prototype yang Allah utus. Dan ia pasti tidak akan mendapat pengampunan atas dosa-dosanya.

Allah telah membuka Al-quran dengan sejelas-jelasnya kepada manusia agar dapat dipergunakan sebagai tuntunan hidup. Hari ini kisah para Nabi sudah disembunyikan oleh manusia-manusia yang tidak senang akan "kehadiran" Allah di muka bumi.

Mereka mengajarkan sesuatu yang seolah-olah agamis, padahal memiliki tujuan untuk menyesatkan manusia dari Petunjuk yang Allah berikan. Mereka seolah-olah mencintai Nabi, padahal menggali jurang yang dalam antara Nabi dan manusia yang ingin mencontohnya.

Konsep perjuangan para Nabi (Shirothol Mustaqim)

Konsep perjuangan para Nabi (Shirothol Mustaqim) adalah berjalan dibawah bimbingan Allah untuk menegakkan Dien tanpa ada satupun penafikan atas instruksi Nya. Konsep ini sudah berkali-kali turun pada tiap era kenabi-an yang hukumnya WAJIB dilaksanakan oleh manusia yang mengikutinya. Tentu kewajiban ini hanya berlaku bagi manusia yang berjuang dalam satu visi dan misi (Tauhid). Karena jika tidak mengikuti Shirothol Mustaqim berarti ia adalah orang yang terpecah-pecah, bergolong-golongan. Berpecah-pecah dan bergolongan adalah Musyrik.

QS Al-An'aam ayat 153 (6/153):

"dan bahwa -yang Kami perintahkan- ini adalah SHIROTHOL MUSTAQIM, maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa."

Berarti orang-orang yang tidak mengikuti para Nabi, itulah orang-orang yang berpecah-pecah, bergolong-golongan. Sedangkan pola hidup bergolong-golongan menurut Nya adalah Syirik, orang-orang Musyrik. Musuh MU'MIN (orang yang yakin pada konsep dan taat pada Allah), adalah MUSYRIK (orang yang bergolongan).

Banyak orang yang tidak mengetahui dan mendapatkan Shirothol Mustaqim. Walaupun dimohon 17 kali sehari, dikalikan 1 tahun, dikalikan umur kita semenjak Aqil Baligh hingga hari ini, tetapi belum mendapatkannya. Ini berarti ada sesuatu yang Allah tidak suka terhadap sikap hidup pemohonnya. Layaknya orang yang berkali-kali melamar pada sebuah perusahaan, tetapi berkali-kali pula ia ditolak. Itu berarti ada yang tidak disukai oleh perusahaan yang dilamar terhadap dirinya.

Apakah yang Allah tidak suka terhadap manusia yang memohon ditunjuki Shirothol Mustaqim sehingga tidak dijawab? Yaitu karena masih melakukan perbuatan Syirik. Walaupun ia terlihat alim, rajin mengerjakan ibadah ritual, tetapi karena konsep hidupnya adalah Syirik, maka ia diancam Nya dengan siksa di dunia maupun di akhirat. Syirik bergolongan adalah jenis SYIRIK BESAR. Artinya sulit dihilangkan dari konsep berpikir manusia yang telah dicuci kesadarannya oleh dogma: “Perbedaan adalah rahmat.” Jika demikian, konsekuensinya adalah: Persatuan/Tauhid adalah Malapetaka?!

Beda antara Mu'min dan Musyrik itu adalah setipis kulit Bawang. Sama-sama menyembah Allah, sama-sama berbuat baik, sama-sama membaca Al-quran. Tapi hanya kepada Mu'min-lah Allah Ridho. Kepada Musyrik, Allah mengancamnya dengan pasti, bahwa mereka akan dilemparkan ke dalam atmosfir siksaan (Neraka) selama-lamanya.

SHIROTHOL LAZIYNA AN'AMTA 'ALAYHIM GHOIRIL MAGHDUBI 'ALAYHIM WALADHOOLLIYN

Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Ada 3 permasalahan dasar yang dihadapi manusia. Yaitu:

1. Masalah ROBB (pengatur) 2. Masalah MAALIK (Yang menguasai) 3. Masalah MA'BUD (Yang diabdi)

Ketiga masalah ini yang menimbulkan berbagai gejolak dan perangai manusia yang menyebabkan fungsi dirinya tidak pada "rel" yang telah ditetapkan, tidak pada fitrahnya. Adanya Penjajahan, Penindasan, Keserakahan, Perbudakan, Kesombongan dan Keduhakaan pada Sang Pencipta merupakan bukti dari penolakan manusia terhadap fungsi diri sebagai alat dari Allah, sebagai “pion” Allah.

Manusia hanyalah bagaikan Buah Catur dari sang Master. Semestinya Buah Catur akan berjalan sesuai dengan kemauan dan arahan Sang Master. Tetapi buah catur sudah mencoba menjadi Pemain, mencoba menjadi Master, bahkan mencoba menggerakan buah catur lainnya. Sikap hidup seperti inilah yang dimiliki Fir’aun ketika mengatakan: "Akulah Robb-mu yang paling tinggi" (QS: 79/24), yang artinya: Akulah Pengaturmu yang harus ditaati.

Kata Robb bukan berarti Tuhan, tetapi Pengatur. Akan sulit mencari bukti hari ini tentang orang yang mengaku sebagai Tuhan. Tetapi amat banyak sekali manusia yang mengaku sebagai pembuat aturan bagi manusia lainnya, padahal seorang manusia tidak memiliki hak untuk mengatur manusia lain menurut kepentingan manusia. Itulah arti dari perbudakkan, dan Islam sangat memerangi perbudakkan.

Manusia yang beriman senantiasa memperjuangkan untuk mengembalikan posisi Allah sebagai Robb, Malik, dan Ma'bud dalam peradaban. Posisi Nya hari ini digusur ke dalam ranah ritualisme yang amat sempit, tidak dijadikan sebagai Pengatur, Raja, dan yang diabdi bagi manusia. Menjadi sebuah hak dan kewajiban bagi orang beriman untuk memperjuangkannya, apapun resikonya.

Di dalam visi hidup orang beriman; tidak ada satu makhluk-pun yang pantas untuk diperlakukan sebagai kekuatan yang diandalkan. Maka didalam teknis perjuangannya mereka meminta ditunjukkan tentang bagaimana caranya mengembalikan Allah yang dipujanya agar kembali ada posisi yang seharusnya. Yaitu meminta ditunjuki SHIROTHOL MUSTAQIM, jalan yang benar, yang lurus, satu-satunya jalan menuju keridhoan Allah. Sebuah jalan hidup yang jika manusia tidak menempuh/ mendapatkannya, maka pasti manusia itu akan terjerumus ke dalam kenistaan dan kesiasia-an.

Tidak ada jalan menuju keselamatan selain Shirothol Mustaqim. Dan Shirothol Mustaqim adalah jalan untuk mengembalikan system kehidupan yang dibuat Nya, jalan orang-orang yang telah diberi Nikmat, yaitu nikmat akan pemahaman suatu petunjuk (Nur) sehingga dapat berjalan dikala gelap.

Sementara yang lainnya tidak mendapatkan Nur itu. Sebuah kenikmatan dalam visi batiniah, bukan lahiriah. Dengan visi batiniah ini dapat merubah orang lemah menjadi kuat bagaikan singa, membuat orang "lumpuh" menjadi kembali "berjalan", dan membuat orang yang sombong bisa menyadari kelemahannya.

Manusia yang berjalan didalamnya bisa “hidup”, bisa bergerak tanpa kenal lelah, mengantuk, lapar, sakit. Tetapi mereka mengerahkan segala kemampuannya untuk memenuhi permintaan Allah. Inilah jalan yang diberikan kepada orang-orang yang diberi nikmat. Bukan Jalan orang-orang yang Allah murkai.

Bukan pula jalan orang yang sesat. Sesat karena tidak tahu konsep yang dimaksud dan menganggap perilakunya mendapat pembenaran dari sikap arogansi kepahaman agamis yang dipunyai. Padahal ketika di ukur dengan Kitab Suci, mereka berada pada polarisasi yang berlawanan dengan kutub kebenaran. Itulah yang dinamakan orang “Buta” yang tidak bisa melihat mana yang benar mana yang salah.

Seluruh aktifitas dari umat yang bekerja untuk mengembalikan hak Allah, nilainya menjadi benar. Tidak ada kedurhakaan di dalamnya, tidak ada penyesalan, pembangkangan, karena Allah sudah meridhonya. Jika ia mendapat musibah, itu berarti Allah yang menghendakinya dengan selaksa tujuan dan hikmah dari musibah itu.

Jika ia mendapat keluasan, maka itu digunakan sebagai sarana untuk mengabdi pada Allah. Jika ada orang yang memusuhinya, berarti orang itu memusuhi Allah. Ada yang menghinanya, berarti mereka menghina Allah. Ada orang yang menyiksanya, maka sebenarnya orang itu melukai Allah. Tentu Allah tidak akan tinggal diam melihat alat Nya disakiti oleh manusia lain.

Ia pasti melindungi dan membalas orang-orang yang merepresif umat Nya dengan berbagai cara. Ia adalah yang maha kuasa, maha melindungi. Demikianlah yang dirasakan oleh para Nabi, Shodiqin, Syuhada, dan Solihin. Itulah jalan yang Allah beri nikmat.

QS Al-An'aam ayat 33 (6/33):

"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, janganlah kamu bersedih hati, karena mereka sebenarnya bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."

Maka orang-orang Mukmin itu mempunyai percaya diri yang tinggi, karena Allah mem-backup-nya. Tidak pernah susah, karena Allah menjaminnya, dan tidak pernah lupa daratan karena disetiap detik mereka selalu mengingat dan melaksanakan tugasnya kepada Allah.

Jalan yang Allah murkai dan sesat adalah jalan orang-orang yang juga mengabdi, beribadah, shalat, haji, zakat, puasa, dll, tetapi ujungnya diganjar Neraka. Kenapa Allah Murka? Karena orang-orang ini memiliki standard ganda dalam mengabdi. Sudah ditentukan oleh Allah untuk menegakkan system yang Allah buat dengan cara Shirothol Mustaqim,

Tetapi mereka menganggap itu sudah ketinggalan jaman, tidak up to date lagi, sudah tidak bisa diterapkan. Maka Allah murka terhadap mereka dengan menutup pandangan orang yang membangkang itu dengan ketidak pahaman akan wahyu Nya. Penutupan kesadaran ini dikarenakan mereka sudah menolak ingatan yang disampaikan Nya melalui orang beriman. Atau dalam bahasa Al-quran mereka disebut sebagai Kafir.

Apapun yang mereka lakukan, jika mereka masuk kedalam katergori dimurkai (Ghodob) dan menolak/Kafir, maka segala ibadahnya tidak bermakna dihadapan-Nya, bahkan di kali NOL. Bagaikan sebuah FATAMORGANA yang kelihatannya Air, padahal tidak ada apa-apa.

QS: AN-Nur Ayat 39 (24/39):

"Dan orang kafir amal-amal mereka adalah laksana FATAMORGANA di tanah datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapati sesuatu apapun. Dan didapatinya Allah disisinya. Lalu Allah memberikan perhitungan amal-amal dengan cukup. Dan Allah sangat cepat perhitungannya."

Manusia tidak boleh terpukau oleh penampilan luar. Karena penampilan luar itu cenderung menipu, dan memang demikian buktinya. Laksana Fatamorgana yang memukau, tetapi ketika dibuktikan ternyata tidak ada apa-apanya.

Jalan orang-orang yang Sesat adalah jalan orang-orang yang diharamkan oleh Allah untuk memahami Al-quran. Akibatnya, mereka merasa benar padahal sedang berada ditepi jurang kehancuran. Siapa orang yang diharamkan ini? Yaitu orang-orang Musyrik yang sangat Allah benci.

Karena orang-orang musyrik itu NAJIS (9/28), sedangkan Al-quran adalah kumpulan ilmu Allah yang suci. Haram hukumnya kalau ilmu Allah dipakai/ "disentuh" oleh orang2 najis. Najis Qolbu, yaitu akhlak dan tujuan hidupnya tidak diperuntukan bagi kepentingan Allah. Artinya; tidak akan Al-quran dapat dipahami oleh manusia yang Musyrik, yang masih bergolong2-an, ber-Hizbin-Hizbin, apapun Hizbin-nya.

Itulah orang-orang yang sesat. Sesat tidak tahu jalan pulang, yang menyebabkan terjerembabnya mereka kedalam keadaan yang menghinakan dan menistakan dirinya. Sebuah kehidupan yang bagaikan api neraka, panas membara.

Jika diteliti, Abu Jahl adalah orang yang juga ingin menegakkan system Allah, karena ia bukanlah orang yang tidak kenal system Islam. Tetapi mengapa Allah membencinya? Itu karena Ia ingin menegakkannya dengan sebuah cara bergolongan-golongan dengan membuat wakil-wakil rakyat yang

dikumpulkan dalam Darun Nadwah. Dimana dalam darun Nadwah itu suara rakyat adalah suara yang tertinggi. Dan suara yang terbanyak adalah pemenang dari keputusan dari berbagai pilihan. Sedangkan Allah tidak mengajarkannya demikian.

Keputusan Allah adalah yang tertinggi. Keputusan Allah tidak bisa diubah-ubah, tidak bisa diamandemen. Inilah yang menjadi beban bagi Abu Jahl, karena ia sendiri mempunyai peran dalam system perwakilan itu, ia sendiri menjadi pilar system yang dimurkai Allah.

Maka kemusyrikan adalah musuh orang-orang mukmin, musuh Allah. Tetapi mengapa Syirik besar ini tidak diajarkan untuk dihindari, tidak dijadikan suatu hal yang patut diwaspadai oleh para tokoh dan pemuka? Itu karena kemusyrikan itu bagaikan

SEEKOR SEMUT HITAM, BERJALAN DIATAS BATU HITAM, DALAM MALAM GELAP GULITA.

Artinya kemusyrikan itu sulit diidentifikasi, sulit dikenali. Apalagi mengenalinya dengan ilmu manusia. Pasti tidak dapat dideteksi. Hanya dengan cara Allah-lah manusia dapat mengidentifikasi mana yang musyrik dan mana yang tidak. Dapat menghindari diri dari apa yang dibenciNya, dan dapat menjadi Buah Catur yang dicintainya. Karena buah catur itu dapat bergerak sesuai kehendak pemainnya, hingga pemainnya memperoleh kemenangan.

Setelah memahami kerangka dasar permasalahan yang dihadapi manusia, yakni tentang Robb, Maalik, dan Ma'bud, maka dapat diketahui bahwa seluruh ayat-ayat Al-qur'an yang dibahas dari surat 2 s/d 113 adalah tentang bagaimana caranya ke 3 Fungsi Nya dapat diwujudkan kembali dalam komunitas manusia.

Orang yang tidak memahami makna surat Al-Fatihah, dia tidak akan mengetahui apa sesungguhnya inti perintah yang Allah wajibkan, sehingga ibadahnya menjadi parsial. Mengimani sebagian, tetapi mengkafiri yang lainnya. Bukan kepada ibadah Integral (Tauhid) bersama orang-orang yang beriman untuk menunaikan tugasnya sebagai alat perwujudan hajat Nya.

Maka kepada perkataan apakah selain Al Qur'an ini mereka akan beriman? (QS: 77/50)

Post a Comment

0 Comments